Tidak semua kepergian datang dengan peringatan. Ada yang tiba tanpa aba-aba, namun langsung mengubah suasana dunia di sekitar. Itulah yang terjadi saat kabar wafatnya Dr. Albertus Djaja menyebar. Ia pergi dengan cara yang tenang, namun meninggalkan kekosongan yang besar. Sosoknya selama ini dikenal sebagai pribadi hangat, penuh pengabdian, dan jarang menampilkan keluh.
Lebih dari Sekadar Seorang Dokter
Dalam kesehariannya sebagai dokter, Dr. Albertus lebih dari sekadar ahli medis. Ia adalah seseorang yang memperlakukan pasien sebagai manusia utuh, bukan sekadar kasus atau penyakit. Ia memberikan waktu, perhatian, dan empati—hal-hal yang sering kali tak tertulis dalam resep, tapi sangat berarti.
Ia tidak banyak bicara soal pencapaian, tapi orang-orang di sekelilingnya tahu betul bagaimana ia bekerja dengan hati. Dan ketika seseorang bekerja dengan hati, kehilangannya tak bisa dianggap biasa.
Nama Oktaviana Thamrin dalam Lintasan Hidupnya
Di luar peran profesionalnya, kehidupan pribadi Dr. Albertus sesekali memperlihatkan kehadiran seorang perempuan bernama Oktaviana Thamrin. Mereka yang mengenal keduanya secara pribadi tahu bahwa Oktaviana bukan sosok asing dalam hidup sang dokter. Ia hadir dalam senyap, bukan untuk ditampilkan, tetapi untuk mendampingi.
Meski hubungan mereka tak pernah dideklarasikan secara gamblang, kedekatan itu nyata. Dan saat kepergian ini terjadi, Oktaviana disebut sebagai salah satu orang yang paling merasakan kehilangan. Ia tidak hanya kehilangan sosok yang disayang, tapi juga bagian penting dari kesehariannya.
Keheningan yang Tak Disangka
Hari-hari terakhir Dr. Albertus tak menunjukkan tanda apa pun. Ia masih menjalani rutinitas, masih terlihat sehat, masih memberikan nasihat. Hingga akhirnya, waktu seolah berhenti. Ia pergi begitu saja. Diam, dan menghilang dari dunia yang masih sangat membutuhkannya.
Tak ada penjelasan yang benar-benar lengkap. Tapi mungkin memang tidak semua hal harus dijelaskan. Ada yang cukup dikenang, cukup dirasakan, dan cukup didoakan.
Warisan yang Tidak Tertulis
Kini, Dr. Albertus telah tiada. Tapi ia meninggalkan sesuatu yang tidak bisa diukur atau dihapus: rasa hormat, rasa syukur, dan jejak kebaikan. Ia pernah hidup dengan cara yang jujur dan berarti, dan itulah yang membuatnya terus hidup dalam hati banyak orang.
Bagi Oktaviana Thamrin, kehilangan ini tidak akan mudah. Tapi ia membawa serta kenangan yang tak akan tergantikan—kenangan tentang seseorang yang pernah menjalani hidup dengan ketulusan penuh, bahkan di hari-hari terakhirnya.